Tentang Kami

Rajungan (Portunus pelagicus)

Rajungan adalah spesies kepiting laut yang dikenal dengan cakar biru cerah dan tubuhnya yang ramping, membuatnya menjadi perenang yang tangguh. Ditemukan terutama di wilayah Indo-Pasifik, rajungan ini sangat dihargai dalam perikanan komersial maupun tradisional karena dagingnya yang manis dan lembut. Rajungan ini hidup di perairan pantai yang dangkal, sering kali di dekat dasar berpasir atau berlumpur.

Rajungan juga memainkan peran penting dalam ekosistem dan ekonomi lokal, merupakan komoditas ekspor perikanan yang sangat penting bagi masyarakat pesisir, dengan nilai ekspor terbesar ketiga setelah komoditas udang dan ikan tuna. Bagi banyak keluarga, rajungan tidak hanya mewakili pendapatan tetapi juga warisan budaya—tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Namun, penangkapan yang berlebihan telah menimbulkan kekhawatiran tentang keberlanjutannya, mendorong upaya pengelolaan populasi melalui langkah-langkah konservasi untuk menjaga sumber daya rajungan bagi generasi mendatang.

Nilai Ekonomi

rajungan

Rajungan memiliki posisi penting di pasar ekspor perikanan Indonesia, dengan menduduki peringkat keempat sebagai komoditas bernilai ekonomis tertinggi berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2023. Dengan nilai ekspor yang cukup besar yaitu USD 448 juta, rajungan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian negara. Popularitasnya di pasar internasional menggarisbawahi pentingnya rajungan sebagai produk makanan laut yang banyak dicari.

Selengkapnya
Rantai Pasokan

Rantai Pasokan

Rantai pasokan perikanan rajungan sangat kompleks, dan melibatkan delapan pelaku berbeda.

Pelaku tersebut:

  • Nelayan
  • Pengumpul kecil
  • Pengumpul besar
  • Pengupas rumahan
  • Miniplant kecil
  • Miniplant besar
  • Pedagang besar
  • UPI Rajungan

Struktur dan hubungan antara para pelaku ini bervariasi di keempat kabupaten, sehingga menciptakan konfigurasi yang unik di setiap wilayah. Untuk mempelajari lebih lanjut tentang rantai pasokan unik di setiap kabupaten, ikuti tautan ke situs masing-masing di bawah ini. Diagram di atas memberikan ilustrasi terperinci tentang dinamika rantai pasokan.

Untuk memperkuat perikanan BSC, telah dilakukan upaya signifikan untuk mengorganisir dan menginstitusionalisasi berbagai aktor dan pemangku kepentingan yang terlibat. Ini mencakup nelayan, istri nelayan, penerima pertama, kolektor, pedagang, mini-plants, dan pabrik pengolahan besar (UPI). Nelayan diorganisir dalam kelompok usaha bersama (KUB), aktor pasca-tangkap dalam perhimpunan pengolahan rajungan (PPRa), dan perempuan dihimpun dalam koperasi untuk mendukung pengembangan mata pencaharian alternatif. Dengan menyatukan aktor-aktor ini, sektor perikanan dapat menawarkan pelatihan dan workshop yang lebih terstruktur, memfasilitasi pertukaran informasi, serta meningkatkan pengetahuan. Pengorganisasian ini juga memberdayakan para pemangku kepentingan, memberikan mereka kekuatan tawar yang lebih besar dan suara yang lebih kuat dalam proses pengambilan keputusan. Pemberdayaan kelompok-kelompok ini tidak hanya meningkatkan kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan tantangan dan mengakses manfaat, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan dan ketahanan jangka panjang sektor perikanan.

Ancaman Terhadap Rajungan

Perikanan rajungan di Jawa Barat menghadapi ancaman signifikan akibat praktik yang tidak berkelanjutan dan pengelolaan yang buruk. Jumlah nelayan yang terus berkembang dan semakin beragam memberikan tekanan tambahan pada stok rajungan, yang membuat proses reproduksi menjadi lebih sulit. Eksploitasi rajungan yang masih muda, termasuk juvana dan betina yang bertelur, serta penghancuran habitat yang terus berlangsung, semakin mengurangi potensi reproduksi mereka. Selain itu, regulasi yang ada seringkali diabaikan. Sebagai contoh, nelayan sering menggunakan alat tangkap garok, yang hanya diperbolehkan beroperasi di Zona B, namun mereka sering kali melanggar dan beroperasi secara ilegal di Zona A, area yang dilindungi dimana kegiatan tersebut dilarang. Kombinasi antara penangkapan berlebihan dan pelanggaran regulasi ini merusak keberlanjutan jangka panjang perikanan rajungan di wilayah ini.

Isu prioritas Pengelolaan Perikanan Rajungan Jawa Barat:

  • Alat Tangkap tidak ramah lingkungan (garok/arad)
  • Tingkat eksploitasi rajungan berlebihan
  • Penangkapan rajungan ukuran kecil dan bertelur
  • Kesadaran Nelayan tentang lingkungan dan aturan rendah
  • Kerusakan lingkungan pesisir (mangrove)
  • Kebutuhan bahan baku tinggi, sehingga rajungan ukuran kecil tetap dibeli oleh Pelaku Usaha
  • Sistem pelaporan produksi dari Pelaku Usaha terutama dari pengumpul dan miniplant ke Dinas Kelautan dan Perikanan belum jadi perhatian
  • Pencampuran bahan baku dari jenis hewan lain yang berbeda spesies atau bukan spesies rajungan
  • Cara pengolahan Ikan yang Baik (CPIB) dan sanitasi belum dilaksanakan dengan baik dalam pengolahan rajungan di mini plant
  • Produk alternatif/diversifikasi produk rajungan belum dikembangkan.

 

Tentang Kami

Sains dan data

Data Biologis dan Sosial-Ekonomi Perikanan Rajungan

Pengelolaan perikanan rajungan yang berkelanjutan membutuhkan pemahaman komprehensif terhadap kondisi biologis dan sosial-ekonomi perikanan. Kondisi biologis mencakup dan dan informasi tentang populasi rajungan, musim pemijahan, ukuran layak tangkap, dan kondisi habitat. Sementara itu, data sosial-ekonomi mencakup profil nelayan, profil mini plant, profil para pengupas rajungan, pendapatan para pelaku rajungan, peran perempuan dalam rantai supply rajungan, serta kontribusi perikanan rajungan terhadap perekonomian lokal. Mengetahui kondisi terkini kedua aspek ini sangat penting untuk merancang kebijakan yang tidak hanya melindungi kelestarian sumder daya perikanan dan ekosistem, tetapi juga mendukung kesejahteraan komunitas yang bergantung pada perikanan rajungan.

Selengkapnya